Teori-teori pemidanaan berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat
sebagai reaksi dari timbul dan berkembangnya kejahatan itu sendiri yang
senantiasa mewarnai kehidupan sosial masyarakat dari masa ke masa. Dalam dunia
ilmu hukum pidana itu sendiri, berkembang beberapa teori tentang tujuan
pemidanaan, yaitu teori absolut (retributif), teori relatif (deterrence/utilitarian), teori
penggabungan (integratif),teori treatment dan teori
perlindungan sosial (social defence). Teori-teori pemidanaan
mempertimbangkan berbagai aspek sasaran yang hendak dicapai di dalam penjatuhan
pidana. [1]
Teori absolut (teori retributif), memandang bahwa pemidanaan merupakan
pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan, jadi berorientasi pada
perbuatan dan terletak pada kejahatan itu sendiri. Pemidanaan diberikan karena
si pelaku harus menerima sanksi itu demi kesalahannya. Menurut teori ini, dasar
hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu telah
menimbulkan penderitaan bagi orang lain, sebagai imbalannya (vergelding) si
pelaku harus diberi penderitaan.[2]
Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa
tawar menawar. Seseorang mendapat pidana oleh karena melakukan kejahatan. Tidak
dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dengan dijatuhkannya pidana, tidak
peduli apakah masyarakat mungkin akan dirugikan. Pembalasan sebagai alasan
untuk memidana suatu kejahatan.[3] Penjatuhan
pidana pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah
membuat penderitaan bagi orang lain.[4] Menurut
Hegel bahwa, pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya
kejahatan.[5]
Ciri pokok atau karakteristik teori retributif, yaitu : [6]
1. Tujuan
pidana adalah semata-mata untuk pembalasan ;
2. Pembalasan
adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-sarana
untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan masyarakat;
3. Kesalahan
merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana ;
4. Pidana
harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar ;
5. Pidana
melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya tidak
untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali si
pelanggar.
Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan
sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai
tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori
ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, yaitu pencegahan umum yang
ditujukan pada masyarakat. Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk
melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni memperbaiki
ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus
dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah
(prevensi) kejahatan.[7]
Menurut Leonard, teori relatif pemidanaan bertujuan mencegah dan mengurangi
kejahatan. Pidana harus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku penjahat dan
orang lain yang berpotensi atau cederung melakukan kejahatan. Tujuan pidana
adalah tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib masyarakat itu
diperlukan pidana. [8]
Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada
orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan
tertentu yang bermanfaat. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi
hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Dasar pembenaran
pidana terletak pada tujuannya adalah untuk mengurangi frekuensi kejahatan.
Pidana dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya orang
jangan melakukan kejahatan. Sehingga teori ini sering juga disebut teori
tujuan (utilitarian theory).[9]
Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian),
yaitu : [10]
1. Tujuan
pidana adalah pencegahan (prevention) ;
2. Pencegahan
bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat ;
3. Hanya
pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja
(misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya
pidana ;
4. Pidana
harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan ;
5. Pidana
melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur
pencelaan, tetapi unsur
pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan
untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas
pembalasan dan asas tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain
dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori
gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori relatif. Gabungan kedua teori
itu mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata
tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat.[11]
Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu
: [12]
1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak
boleh melampaui batas dari apa yang pelu dan cukup
untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib masyarakat;
2. Teori
gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi
penderitaan atas dijatuhinya pidana
tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.
Teori treatment,
mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan,
bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan dari segi proses
re-sosialisasi pelaku sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas sosial dan
moral masyarakat agar dapat berintegrasi lagi ke dalam masyarakat. Menurut
Albert Camus, pelaku kejahatan tetap human offender, namun demikian
sebagai manusia, seorang pelaku kejahatan tetap bebas pula mempelajari
nilai-nilai baru dan adaptasi baru. Oleh karena itu, pengenaan sanksi harus
mendidik pula, dalam hal ini seorang pelaku kejahatan membutuhkan sanksi yang
bersifat treatment.[13]
Treatment sebagai tujuan
pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif. Aliran ini beralaskan paham
determinasi yang menyatakan bahwa orang tidak mempunyai kehendak bebas dalam
melakukan suatu perbuatan karena dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor
lingkungan maupun kemasyarakatannya.[14] Dengan
demikian kejahatan merupakan manifestasi dari keadaan jiwa seorang yang
abnormal. Oleh karena itu si pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan atas
perbuatannya dan tidak dapat dikenakan pidana, melainkan harus diberikan
perawatan (treatment) untuk rekonsialisasi pelaku.
Teori perlindungan sosial (social defence) merupakan
perkembangan lebih lanjut dari aliran modern dengan tokoh terkenalnya Filippo
Gramatica, tujuan utama dari teori ini adalah mengintegrasikan individu ke
dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya. Hukum
perlindungan sosial mensyaratkan penghapusan pertanggungjawaban pidana (kesalahan)
digantikan tempatnya oleh pandangan tentang perbuatan anti sosial, yaitu adanya
seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya sesuai dengan kebutuhan untuk
kehidupan bersama tapi sesuai dengan aspirasi-aspirasi masyarakat pada umumnya.[15]
Berdasarkan teori-teori pemidanaan yang dikemukakan di atas, dapat
diketahui bahwa tujuan pemidanaan itu sendiri merumuskan perpaduan antara
kebijakan penal dan non-penal dalam hal untuk
menanggulangi kejahatan. Di sinilah peran negara melindungi masyarakat dengan
menegakan hukum. Aparat penegak hukum diharapkan dapat menanggulangi kejahatan
melalui wadah Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System).
DARTAR PUSTAKA
Adami
Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Raja
Grafindo, 2010.
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia,
Bandung : PT. Rafika Aditama, 2009.
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta :
Sinar Grafika,, 2009.
Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung
: Alumni, Bandung, 1992.
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana
(Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi), Jakarta : Pustaka
Pelajar, 2005
[1] Dwidja Priyanto, Sistem
Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung : PT. Rafika Aditama, 2009, Hlm
22.
0 komentar:
Posting Komentar